Hendri Kampai: Logika Terbalik untuk Putusan Ringan Koruptor Harvey Moeis

    Hendri Kampai: Logika Terbalik untuk Putusan Ringan Koruptor Harvey Moeis

    BIDIK KASUS - Ada satu pertanyaan yang muncul di benak banyak orang saat menyimak putusan kasus korupsi Harvey Moeis, Apakah logika hukum di negeri ini sudah terbalik? Sebuah argumen yang dilontarkan oleh hakim membuat alis kita terangkat tinggi—bahwa Harvey Moeis hanya dihukum 6, 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena, katanya, ia berkelakuan baik dan bertanggung jawab kepada keluarganya. Sebuah pembelaan yang terdengar lebih seperti drama sinetron ketimbang putusan pengadilan.

    Mari kita telaah. Harvey Moeis terbukti merugikan negara Rp 300 triliun—angka yang cukup untuk membangun ribuan sekolah, memperbaiki ratusan rumah sakit, atau mendanai beasiswa jutaan anak-anak Indonesia. Namun, alih-alih mendapati hukuman setimpal, ia justru diberi penghargaan berbentuk hukuman ringan atas perilaku "terpuji" sebagai seorang suami dan ayah.

    Namun logika ini, jujur saja, sulit diterima akal sehat. Kalau Harvey dianggap bertanggung jawab kepada keluarganya, lalu dari mana sumber uang yang dipakai untuk menghidupi mereka? Jawabannya sederhana, dari hasil korupsi. Jadi, apakah ini artinya korupsi demi keluarga adalah pembenaran? Jika iya, haruskah kita mulai mengajari anak-anak kita untuk melakukan hal yang sama, agar kelak mereka juga bisa mendapatkan "potongan hukuman"?

    Belum lagi soal "berkelakuan baik." Definisi ini tentu jadi bahan tertawaan publik. Berkelakuan baik di mana? Dalam kamar hotel mewah dengan botol sampanye bernilai ratusan juta rupiah? Di pesta-pesta eksklusif dengan para sosialita? Bagaimana mungkin tindakan yang merugikan masa depan bangsa ini dianggap tidak relevan dengan kelakuannya di ruang pengadilan?

    Yang lebih ironis adalah standar ganda yang begitu mencolok. Seorang rakyat biasa yang mencuri sandal karena kelaparan bisa divonis lima tahun penjara tanpa ampun. Tetapi koruptor seperti Harvey, yang menguras uang negara hingga ratusan triliun rupiah, mendapat simpati hanya karena ia bersikap manis selama persidangan. Apakah ini cara pengadilan mengajari kita bahwa kejahatan kecil adalah dosa besar, sementara kejahatan besar adalah "kelalaian manusiawi"?

    Mungkin kita perlu bertanya pada para hakim yang memutuskan perkara ini: jika keluarga Harvey bisa dijadikan alasan meringankan hukuman, bagaimana dengan keluarga ribuan anak miskin yang kehilangan kesempatan sekolah karena anggaran pendidikan mereka digerogoti oleh korupsi? Bagaimana dengan ibu-ibu yang kehilangan akses ke layanan kesehatan karena dana APBN menguap ke vila-vila dan jet pribadi? Apakah mereka juga tidak layak mendapat belas kasihan?

    Akhirnya, putusan seperti ini bukan hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga menginjak-injak harapan kita pada hukum sebagai penjaga moral bangsa. Sebab di balik alasan-alasan yang "menggelitik" ini, ada pesan yang lebih dalam, bahwa keadilan di negeri ini adalah barang mewah yang hanya bisa dibeli oleh mereka yang punya kuasa dan uang.

    Jadi, mari kita tepuk tangan untuk Harvey Moeis dan para hakim yang telah mengajarkan kita satu pelajaran berharga: logika hukum bisa saja terbalik, selama Anda punya cukup uang untuk membayarnya.

    Jakarta, 29 Desember 2024
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai harvey moeis logika terbalik kpk
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Sosialisasi Eksternal Perma No. 6 Tahun...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Ratusan Warga Gruduk Kantor Desa Sindangjaya    Mangunjaya
    Wakapolsek Bogor Utara Bersama Patroli Pemantauan Arus Lalin
    Peduli Korban Kecelakaan, Sat Lantas Polresta Bogor Kota Lakukan Ini
    Unit Samapta Polsek Bogor Timur Terjun Lakukan Pengaturan
    Kodim 1715/Yahukimo Melaksanakan Minggu Kasih Dengan Berbagi Makanan Kepada Jemaat Gereja Maranatha dan Gereja Eben Haezer Dekai Dalam Rangka HUT Kodam XVII/Cenderawasih Ke-61 Tahun
    Kick Off HKSN 2024 Dimulai di Desa Talaga: Gotong Royong, Solidaritas, dan Harapan Baru
    Jaga Kebugaran Prajurit, Kodim 1710/Mimika Laksanakan Lari 5 Km
    Jelang Akhir Tahun 2024, Kades Talaga Bersama Masyarakat Pers dan PHRI Pokja Gelar Tasyakuran dan Penyematan Nama Sungai Gus Ipul
    Lanal TBA Amankan Penemuan Diduga Bom Peninggalan Perang Dunia II di Sungai Silau
    Kodim 1715/Yahukimo Melaksanakan Minggu Kasih Dengan Berbagi Makanan Kepada Jemaat Gereja Maranatha dan Gereja Eben Haezer Dekai Dalam Rangka HUT Kodam XVII/Cenderawasih Ke-61 Tahun
    Komnas Perempuan Apresiasi Kinerja Polda NTB dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual IWAS
    Jelang Hari Juang TNI AD Ke-79 Tahun 2024, Prajurit Kodim 1710/Mimika Gelar Doa Bersama Secara Terpimpin
    Ketua Umum SMSI Lantik Pengurus Forum Pemimpin Redaksi Media Siber Indonesia Periode 2024-2029
    Tokoh Sumatera Menguat dan  Berpeluang Pimpin Forum Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah se Indonesia
    Selalu Sigap dalam Memberikan Bantuan Pengobatan, Tim Kesehatan Satgas Yonif 115/ML Pos Wuyuneri Sangat Disayangi oleh Masyarakat Kampung Wuyuneri
    Tokoh Sumatera Menguat dan  Berpeluang Pimpin Forum Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah se Indonesia
    Mayjen Farid Makruf Dampingi Kedatangan Panglima TNI di Bangkalan
    Tony Rosyid: Kalah Debat, Kenapa Dibawa Keluar Arena?
    Desak Anies Uncut di Mataram

    Ikuti Kami